Selasa, 26 Juli 2011

KEMATIAN

Mengapa manusia takut mati? Mengapa saya takut mati?

Apa yang sebenarnya ditakuti dari kematian itu sendiri??

Berbagai jawaban yang keluar dari mulut
rekan-rekan yang saya tanyai. Seperti ”wah, aku kan belum nikah….”, ”aku
masih ada hutang nih….”, ”saya belum sempat berbakti sama orang tua….”,
”saya belum naik haji….”, dan masih banyak lagi. Yah, beragam jenis jawaban
tersebut juga mungkin dapat memberikan gambaran sebenarnya bahwa persepsi
setiap orang tentang kematian itu sendiri masih berbeda.

Tapi saya bisa menarik kesimpulan bahwa
orang-orang tersebut masih ”belum siap” untuk mati. Ya, saya pun berfikir
seperti demikian. Yang saya takuti bukan mati itu sendiri, melainkan nasib saya
setelah saya mati. Saya merasa ”belum siap” untuk mati karena masih banyak
kewajiban-kewajiban yang belum saya laksanakan (berbakti kepada orang tua, naik
haji, dll, dan tentu saja menikah (*_*!) ), masih banyak dosa-dosa yang belum
saya tebus, pokoknya saya masih merasa belum pantas untuk mengahadap dan memberikan
LPJ tentang semua perbuatan yang saya telah lakukan didunia kepada Sang
Pencipta Allah SWT. Padahal sebenarnya kita semua pasti sudah tahu bahwa tidak
ada kata ”belum siap” bagi malaikat maut untuk mencabut nyawa kita.


” Kepastian itu lebih dekat daripada
keragu-raguan ”.


Kesimpulan inilah yang saya dapatkan setelah
membaca buku Psikologi Kematian ini. Bahwa sebenarnya sesuatu yang pasti
terjadi itu lebih dekat dari pada sesuatu yang belum pasti terjadi. Dan ”Mati”
adalah sebuah kepastian, sedangkan saya masih hidup di hari esok adalah masih
sebuah ketidak pastian. Jadi pada intinya adalah kematian itu adalah sangat
dekat dengan kita, dan kita tidak akan tahu kapan kita akan mati, bisa saja
tahun depan, bulan depan, minggu depan, besok, ataupun sekarang……..

Dengan memegang prinsip
seperti ini, maka kita akan dapat memiliki dorongan untuk terus berbuat baik,
untuk terus beribadah, menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat
menimbulkan dosa.

Kematian adalah
keniscayaan….tidak satu jiwa pun mampu menghindarinya. Sedikit sekali yang
mau menerimanya. Al-Qur’an pun menggunakan kalimat serupa, ”Setiap sorang diantara mereka menginginkan
seandainya diberi umur seribu tahun…
” (QS. Al-Baqarah [2] : 96).


Ada segolongan orang yang
memandang kematian sebagai sebuah malapetaka yang merampas kenikmatan hidup
sehingga mereka memilih jalan hidup hedonistis sebelum kematian tiba. Mereka
memuja kenikmatan duniawi mumpung masih hidup.


Namun ada pula yang berpandangan sebaliknya.
Yakin bahwa hidup didunia hanya sesaat dan
kehidupan akhirat lebih mulia, lebih utama dan abadi, maka mereka memilih jalan
spiritual dan menjauhi tawaran kenikmatan duniawi, demi mengejat kenikmatan
yang lebih tinggi dan sejati dibalik kematian.

Ada lagi segolongan orang yang tidak mau berfikir soal
kematian karena diangga tidak begitu berguna. Dipikir atau tidak dipikir toh
akhirnya akan datang juga. Lupakan soal kematian, pikirkan dan kerjakan apa
yang ada didepan mata.

Mengapa kita tidak terbebaskan dari rasa takut?

Secara psikologis, jika
ditelusuri labih dalam lagi, sesungguhnya kita semua menolak kematian. Sakit
dan celaka adalah jembatan kearah kematian sehingga setiap orang selalu
dibayangi rasa takut terhadap semua situasi yang tidak nyaman. Rasa takut itu
berakar pada keinginan laten untuk selalu hidup nyaman, dan rasa takut itu
kemudian menjalar kepada berbagai wilayah aktivitas manusia. Esensinya ialah
sikap penolakan akan kematian itu karena kematian selalu diidentikkan dengan
tragedi, sakit, ketidak berdayaan, kehilangan, dan kebangkrutan hidup.

Tetapi yang menarik, justru karena adanya kesadaran akan
mati ini banyak karya dan peradaban besar manusia tercipta. Banyak orang
berbuat baik, banyak orang menulis buku, banyak orang melakukan inovasi keilmuan,
semuanya didorong oleh keinginan agar dirinya abadi, untuk mengalahkan kematian
yang tak mungkin dikalahkan.

Ada lagi ajaran Rasulullah
yang sering kali kita pandang enteng, padahal pesannya sangat mendalam. Yaitu,
menghayati bahwa setiap mau tidur kita diajak memasuki alam kematian. Kita
berdoa : bismika allahumma ahya wa amut, Ya
Allah dengan asma-Mu aku menjalani hidup, dan dengan asma-Mu malam ini aku mau
mati. Dalam psikologi Al-Quran, tidur disebut mati karena sewaktu tidur kita
tidak berkuasalagi untuk mengendalikan tubuh ini. Seakan jasad dan ruh telah
berpisah untuk sementara.

Karena itu, begitu bangun
tidur, Rasulullah mengajarkan berdoa : alhamdulillah,
aladzi ahyana, ba’da ma amatana, wa ilaihinnusur.
Segala puji bagimu ya
Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya
kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang.

EVERY
DAY IS MY BIRTHDAY”

Ya, jika kita bisa secara intens
menghayati dan memberi makna, maka setiap hari adalah hari kelahiran dan juga
hari kematian, maka kita sepatutnya harus selalu bersyukur kepada Allah atas
berkah dan rahmat yang diberikan-Nya setiap hari.

Ada sebuah kisah tentang
seorang penghuni penjara yang sudah 20 tahun mendekam di rumah tahanan. Ketika
hari pembebasan tiba, bukannya kegembiraan yang muncul, tetapi malahkegamangan
menapakkan kaki kea lam bebas. Dia
merasa malu, takut, dan gamang membangun pergaulan baru dan mencari pekerjaan
baru. Akhirnya ia memilih bekerja sebagai tukang kebun di rumah tahanan
tersebut yang suasananya sudah menyatu dengan dirinya.

Apa yang terjadi pada
orang tersebut ?

Secara psikologis,
kemungkinan karena sudah lama terkurung, ia tidak lagi mampu menangkap peluang
untuk memasuki kehidupan baru. Takut untuk memasuki dunia yang lebih luas karena
sudah merasa nyaman, sekalipun terpenjara.

Istilah comfort zone (zona nyaman) populer
dikalangan sarjana psikologi. Istilah ini menunjuk pada keadaan, situasi, dan
wilayah yang dirasakan mendatangkan rasa nyaman, aman, dan tidak berbahaya
sehingga seseorang enggan keluar dari wilayah itu. Namun sesungguhnya
kenyamanan itu belum tentu sejati, sebab bisa saja menipu dan membatasi
terbukanya peluang untuk memperoleh kemajuan dan kebahagiaan yang lebih tinggi.
Vivienda

Terdapat beragam zona
nyaman yang selalu dipagari oleh seseorang dan pintunya pun ditutuprapat-rapat
agar tidak terganggu oleh orang lain ataupun gagasan-gagasan baru yang
menggelisahkan. Misalnya seseorang yang dilingkungan sosialnya biasa
dielu-elukan, disanjung dan dihormati, bisa jadi akan canggung duduk mengikuti
sebuah training dan diperlakukan sebagaimana peserta lain yang tidak memiliki
status sosial tinggi.


Demikianlah, zona nyaman
itu bisa terbentuk oleh kebiasaan dan paham yang sudah mapan baik berupa
fanatisme aliran politik, mazhab keilmuan, kelompok pergaulan maupun paham
keagamaan sehingga seseorang merasa nyaman berada dalam bangunan rumah virtual
yang telah dihuni bertahun-tahun.

Karena orang-orang
memandang kematian sebagai sebuah malapetaka yang dapat merampas kenikmatan
hidup, menyeret kita dari comfort zone yang telah kita ciptakan, maka tak
sedikit dari mereka yang menolak kematian. Padahal kenikmatan duniawi itu
adalah bersifat sementara dan kebahagiaan spiritual adalah lebih sejati
sebagaimana dijanjikan Allah.

Andaikan hidup hanya
membanggakan kehebatan duniawi dan kekayaan materi, maka manusia bagaikan
kelelawar yang terbang di siang hari, dia buta karena tak sanggup menatap
cahaya matahari yang begitu menyilaukan matanya. Tetapi dengan matahari,
seorang yang beriman akan mampu menatap siapa pencipta matahai dan semesta ini.

Kalau saja hidup ini hanya
diukur dengan sukses materi, dengan penampilan fisik yang sehat dan menarik,
dengan banyaknya uang dan kekayaan duniawi lain, maka kita perlu merenung,
untuk apa semua itu? Untuk apa sesungguhnya manusia sibuk mengumpulkan harta
jauh melebihi kebutuhannya jika pada akhrinya malah membuat repot dan jadi
beban hidup? Kalau pun suatu saat bebatuan dan gunung berubah jadi emas,
benarkah pemiliknya menjadi lebih bahagia dan bermakna hidupnya?

Pengahayatan agama seseorang pasti berkaitan dengan pertanyaan :

189742

benarkah hidup saya bermakna?

Dalam pandangan hedonisme, hidup dikatakan bermakna selama memberikan
kenyamanan dan kenikmatan. Tetapi benarkah hanya kenikmatan yang menjadi tujuan
tertinggi yang menggerakkan hidup ini? Lebih dari itu, apakah kenikmatan itu
selalu bersifat fisik dan emosi?

PERAN PEKAN OLAHRAGA DAN SENI ANTAR PONDOK PESANTREN TINGKAT DAERAH TERHADAP PENINGKATAN SIKAP SANTRI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM CIAMIS DALAM OLAH

PERAN PEKAN OLAHRAGA DAN SENI ANTAR PONDOK PESANTREN TINGKAT DAERAH TERHADAP PENINGKATAN SIKAP SANTRI

PONDOK PESANTREN DARUSSALAM CIAMIS

DALAM OLAHRAGA

Oleh: ENDANG ASEP SAPUTRA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rutinitas kegiatan yang dimiliki oleh santri sangat padat, mulai dari bangun sebelum shubuh, hingga selesai mengaji sampai larut malam. Padatnya kegiatan tersebut para santri sedikit sekali memiliki waktu untuk melakukan kegiatan olahraga / latihan yang biasanya hanya dilakukan pada saat jam belajar di sekolah. Salah satu cara untuk melakukan kegiatan olahraga tambahan adalah pada kegiatan ekstrakulikuler atau latihan tambahan yang memerlukan waktu yang tidak sedikit. Hal ini bertujuan untuk menambah kegiatan di luar jam pelajaran formal.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984: 30) Menjelaskan:

Ektrakulikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar jam tatap muka dan masih memiliki kaitan yang erat dengan program inti maupun program khusus dalam kurikulum, yang bertujuan agar siswa dapat lebih memperkaya dan memperluas wawasan serta mendorong pembinaan nilai dan sikap.

Seperti telah ditulis di atas bahwa kegiatan yang dilakukan oleh santri di pondok pesantren, dipadati oleh kegiatan untuk mempelajari, membaca, menafsirkan, dan memahami al Qur‘an dan As sunnah juga melakukan kegiatan belajar formal di sekolah. Dengan padatnya kegiatan tersebut berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis kebanyakan santri yang berada di pondok pesantren Darussalam Ciamis, mereka kurang memperhatikan kegiatan olahraga, sedangkan olahraga merupakan kegiatan yang sangat berguna untuk menjaga dan meningkatkan kebugaran jasmani yang sangat penting bagi setiap orang, seperti yang dikemukakan oleh E. Matthias yang dikutip oleh Napitulu (1975: 64) bahwa: “Latihan gerak badan atau olahraga merupakan rangsangan bagi pertumbuhan, sehingga badan dapat berkembang lebih baik dalam batas potensi genetis “.

Latihan olahraga ataupun kegiatan-kegiatan fisik dalam bentuk apa saja yang dilakukan mempunyai pengaruh lebih baik terhadap pemacuan (inervasi) pembuluh darah, memperbaiki peredaran darah, memperdalam pernapasan, dan mempergiat pertukaran zat dalam jaringan tubuh.

Kegiatan olahraga tidak lepas dari aspek psikis dan kerohanian yang erat kaitannya dengan berbagai nilai kemanusiaan dan keilahian. Sementara itu Allah s.w.t menciptakan manusia agar mengabdikan diri dan beribadah kepadaNya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Adzaariat ayat 56:

وَمَـا خَـلَـقْـتُ الْـجِـنَّ وَالْاِ نْـسَ اِلَّا لِـيَـعْـبُدُ وْنَ

Artinya : Dan tidak semata-mata kami (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.

Selain untuk mendukung beribadah, olahragapun telah dianjurkan sejak jaman Rosulullah, beliau pernah bersabda :

اَلْـمُـؤْ مِـنُ الْـقُوَّتَ مِـنَ الْـمُؤْ مِـنُ الْـضَـعِـيْـفٌ

Artinya : Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah. (H.R. Bukhari ; Djamari 1997: 9)

Tersirat dari hadist itu bahwa ketaatan, keimanan, dan penghambaan diri kepada Allah memerlukan kekuatan, baik fisik maupun psikis. Untuk itu Rasul pernah mengajarkan olahraga berkuda dan memanah. Beliau dan istrinya Siti Aisyah pernah melongokan kepala dari kamarnya kehalaman mesjid, ketika orang-orang Habsyi bermain perang-perangan, bahkan beliau pernah bergulat melawan pegulat Habsyi Rukanah, dan beliau dapat mengalahkannya. Pada kesempatan lain beliau pernah berlomba lari dengan istrinya. Kata Siti Aisyah:

Aku berlomba lari dengan Nabi SAW tetapi aku dapat mengejarnya. Ketika aku mulai gemuk, akupun berlomba lari dengan beliau, tetepi beliau dapat mengejarku . aku berkata : kemenangan ini adalah sebagai imbangan bagi kekalahan itu. (H.R. Bukhari ; Djamari 1997: 9)

Selain itu usaha berlatih untuk membina jasmani tercermin juga dalam hadist yang diungkapkan oleh Umar Bin Khatab, yang berbunyi:

عَـلَّـمـُوْ اَوْلَادَ كُـمْ الْـخَيْـلِ وَالـدَّحَـةِ الـسِّبَ يْةِ وَرُكُـوْبْ

Artinya : Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan berkuda.

Pemahaman terhadap firman Allah dan sabda Rasul ini bukan semata-mata hanya tertuju pada pentingnya memanah, berkuda, dan berenang, tetapi makna yang harus dijadikan pegangan adalah pentingnya aktivitas jasmani untuk dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan baik jasmani ataupun rohani agar dapat menjalankan perintah Allah dan Rasulnya dengan sebaik mungkin.

Uraian di atas dapat kita lihat bahwa aktivitas olahraga bukan hanya kepentingan duniawi saja akan tetapi aktivitas olahraga juga sangat mendukung untuk menjaga kondisi tubuh agar dapat beribadah dengan sebaik mungkin. Sehingga olahragapun berperan dalam meningkatkan kedisiplinan, tanggungjawab dan toleransi.

Lebih khusus mengenai sikap santri, yang merupakan proses aktualisasi sumber penggerak dan pendorong tingkah laku di dalam memilih dan memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, sikap juga bisa menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar santri tersebut berbuat atau bertindak dengan kata lain bertingkah laku. Pola tingkah laku di dorong oleh suatu kebutuhan yang mengarah pada keinginan santri sehingga mempunyai sikap bermacam-macam, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, (1) faktor perhatian dan disiplin, (2) faktor pemahaman dan tangungjawab, (3) faktor penerimaan dan toleransi.

Lebih dipertegas lagi menurut Hovland dan kawan-kawan yang ditejemahkan oleh Saifuddin (2003: 63) sebagai berikut: anggapan bahwa Efek suatu komunikasi tertentu yang berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima”

Apabila dilihat dari faktor-faktor di atas, penulis berpendapat bahwa kelompok santri bila ditelaah tingkah lakunya, maka kemungkinan akan memberikan gambaran bagaimana Peran Pekan Olahraga dan Seni anatar Pondok Pesantren tingkat Daerah terhadap Peningkatkan Sikap Santri Podok Pesantren Darussalam Ciamis dalam kegiatan Olahraga.

Dengan adanya ketidak jelasn sikap santri terhadap kegiatan POSPEDA maka penulis ingin mengetahui lebih jelas mengenai gambaran peran POSPEDA terhaap sikap santri yang berada di Pondok Pesantren Darussalam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda?

2. Seberapa besar pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda?

3. Seberapa besar penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh gambaran tentang perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda.

2. Untuk memperoleh gambaran tentang pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda.

3. Untuk memperoleh gambaran tentang penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan Pospeda.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Bahan pemikiran bagi jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi dalam melakukan penelitian tentang kegiatan POSPEDA.

b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam menyusun rencana penelitian yang berkaitan dengan kegiatan POSPEDA.

2. Secara Praktis

a. Sebagai informasi dan masukan bagi santri yang ingin mengikuti kegiatan POSPEDA.

b. Bahan masukan bagi pengurus Pondok Pesantren Darussalam untuk lebih meningkatkan fungsi dan peran Pondok Pesantren dalam kegiatan POSPEDA.

E. Batasan Penelitian

Menghindari berbagai penafsiran yang terlalu luas maka penulis membatasi penelitian sebagai berikut:

1. Masalah yang diteliti adalah Peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri Pondok Pesantren Darussalam dalam Olahraga. Santri yang diteliti adalah santri putra dan santri putri yang berada di Pondok Pesantren Darussalam.

2. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskiptif

3. Populasi dalam penelitian ini adalah santri putra dan santri putri Pondok Pesantren Darussalam, sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang terdiri dari kelompok santri putra 20 orang dan kelompok santri putri 20 orang.

4. Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa angket atau kuesioner

5. Lokasi dari penelitian ini adalah Balai Pendidikan Pondok Pesantren Darussalam Ciamis.

F. Definisi Istilah

Supaya tidak ada kesalahan dalam penafsiran terhadap judul penelitian, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang dianggap penting dalam judul penelitian ini, yaitu:

1. POSPEDA

Pekan Olahraga dan Kesenian Antar Pondok Pesantren Tingkat Daerah

2. Peran

Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat yang diharapkan yang dimiliki oleh suatu kegiatan / berkedudukan di masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)

3. Sikap

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Saifuddin (2003: 5).

4. Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih di kenal dengan sebutan “kyai”. Dhofier (1994: 46)

5. Santri

Santri adalah murid-murid yang menetap dalam kelompok pesantren. Dhofier (1994: 50)

G. Anggapan Dasar

Sehubungan dengan penelitian yang akan penulis ungkapkan, terlebih dahulu perlu ditetapkan suatu anggapan dasar, sebagai dasar tumpuan untuk mencari gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang di ajukan dalam penelitian ini. Dalam hal ini Surakhmad yang di kutip oleh Arikunto (2002: 58) menerangkan bahwa: “Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti di dalam melaksanakan penelitiannya”.

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat mengemukakan bahwa anggapan dasar merupakan landasan teori yang dijadikan tumpuan dalam penelitian ini. Adapun landasan dasar yang penulis rumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Setiap individu mempunyai sikap yang berbeda terhadap suatu objek tertentu, termasuk bagaimana peran POSPEDA dalam peningkatan sikap santri dalam kegiatan olahraga. Dilihat dari pentingnya kegiatan berolahraga atau aktivitas jasmani yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat sehat seseorang, karena dengan derajat sehat yang dimiliki oleh seseorang bukan hanya untuk kegiatan duniawi saja tetapi akan membantu untuk melakukan kegiatan ukhrawi atau untuk melakukan ibadah dengan sesempurna mungkin.

Hubungannya dengan kegiatan POSPEDA, karena kegiatan POSPEDA merupakan kegiatan yang mempertandingkan cabang olahraga, maka dalam pelaksanaannya baik tahap persiapan maupun ketika bertanding santri yang mengikutinya harus sudah siap baik fisik maupun mental. Sementara itu santri yang selama ini malas untuk melakukan olahraga untuk kesehatannya, bagaimanakah peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap mereka dalam kegiatan olahraga ? yang didalamnya dipenuhi dengan aktifitas fisik yang tidak biasa dilakukan oleh para santri.

Jadi penulis beranggapan bahwa dengan melakukan penelitian terhadap santri yang dilihat dari faktor penerimaan, penanggapan, dan penilaian terhadap kegiatan POSPEDA maka akan diketahui sikap santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA. Dan menurut penulis meskipun didalam Kegiatan POSPEDA itu dipenuhi dengan kegiatan olahraga tetapi para santri tetap akan melakukannya atau menyukai kegiatan POSPEDA ini. Karena didalam kegiatan POSPEDA ini selain untuk meningkatkan fisik juga bisa membawa nama baik, baik nama baik santri atau lembaga pondok pesantren ataupun daerah yang dibelanya.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Dukungan serta untuk memperkuat dalam usaha memecahkan permasalahan yang akan penulis teliti, dalam bab ini akan penulis uraikan tentang konsep dasar sikap, konsep dasar Pondok Pesantren dan konsep dasar POSPEDA berdasarkan teori para ahli.

A. Konsep Dasar Sikap

1. Pengertian Sikap

Kehidupan sehari-hari sering kita mendengar kata sikap. Banyak para ahli dalam berbagai bidang memberi batasan dan definisi sikap dari sudut pandang yang berbeda, baik yang bersifat teori maupun operasional. Sikap adalah hasil dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Sikap mengarah pada objek tertentu berarti bahwa penyesuaian diri terhadap objek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap objek. Sikap dapat digambarkan sebagai rasa kecenderungan, kecurigaan maupun keyakinan terhadap suatu objek. Untuk lebih jelasnya tentang pengertian sikap, di bawah ini menurut Secord & Backman yang dikutip oleh Saifuddin (2003: 5) mengemukakan sebagai berikut : “Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan prediposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya”.

Selanjutnya Tabrani (1989:33), mengemukakan bahwa “sikap merupakan kesiapan dan kesediaan untuk menerima atau menolak suatu stimulus berdasarkan penilaian terhadap stimulus itu, apakah berarti atau tidak bagi orang tersebut”

Batasan sikap sangat luas sekali, dalam hal ini penulis memberi batasan mengenai sikap tentang penilaian terhadap obyek. Adapun penilaian itu bisa bersifat positif dan bisa juga bersifat negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Thrustone yang dikutip oleh Saifuddin (2003: 5) yaitu : “Sikap adalah derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu obyek psikologis.”

Sikap seseorang terhadap suatu obyek bisa bersifat positif atau bisa juga bersifat negatif pada suatu kegiatan, sikap ini memiliki makna bahwa sikap santri terhadap kegiatan POSPEDA tidak dapat dipastikan mendukung atau tidak mendukung, suka atau tidak suka, bersifat positif atau negatif terhadap kegiatan POSPEDA. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Thrustone yang diterjemahkan oleh Kartawidjaja (1992: 4) bahwa sikap dapat dinyatakan sebagai berikut : “Sikap adalah (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis.”

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa dengan kondisi tertentu, sikap santri terhadap kegiatan POSPEDA, tidak seluruhnya akan mendukung atau bersikap positif terhadap kegiatan tersebut, dan tidak seluruhnya tidak mendukung atau bersikap negatif terhadap kegiatan POSPEDA tersebut. Sementara itu Linton yang diterjemahkan oleh Kartawidjaja (1992: 4) berpendapat sebagai berikut: “Suatu sikap dapat ditetapkan sebagai jawaban diam-diam rahasia yang dinyatakan dalam suatu nilai.” Dengan demikian sikap santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA dapat ditetapkan sebagai jawabannya harus dinyatakan dengan suatu nilai terhadap obyek tersebut. Sedangkan nilai tersebut dapat diketahui dengan jelas harus melalui penelitian ilmiah yang sedang penulis lakukan.

2. Pembentukan Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola prilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang seperti yang dikemukakan oleh Saifuddin (2003: 31) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah sebagai berikut:

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

Sedangkan Rochman (1977: 45), merinci faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

1. Sikap itu berkembang dalam proses pemuasan keinginan individu.

2. Sikap individu terbentuk dengan adanya informasi tertentu yang menarik perhatiannya.

3. Keterikatan individu pada suatu kelompok tertentu dapat menentukan arah pembentukan sikap tersebut.

4. Kepribadian individu itu sendiri.

Individu senantiasa mempunyai kebutuhan yang menghendaki pemuasan dan akan mengembangkan sikap positif terhadap suatu objek jika objek tersebut sesuai dengan keinginannya, mendukung keinginannya atau dapat memenuhi harapannya. Sebaliknya seseorang akan mengembangkan sikap negatif terhadap objek yang tidak diinginkannya.

Individu mengembangkan sikapnya sesuai dengan informasi yang diterimanya, semakin banyak informasi yang diterima maka akan semakin menentukan sikapnya, baik itu yang positif maupun negatif. Dengan demikian sikap seseorang terbentuk secara perlahan-lahan melalui interaksi dengan lingkungannya atau pengalamannya, sehingga pada suatu waktu sikap akan mengalami perubahan.

Pembentukan sikap seseorang sangat erat kaitannya dengan perubahan sikap. Mar’at (1982: 36) mengemukakan bahwa: “Secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan sikap sangat bergantung pada informasi yang relevan dengan objek sikap, proses perubahan dan serupa dengan proses belajar”.

Pendidikan merupakan alat untuk mentransmisikan atau mengoperkan pengetahuan dan pengalaman yang diterima oleh anak didik bagi bekal kehidupannya dimasa depan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap.

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengemukakan bahwa sikap seseorang atau santri terbentuk karena adanya rangsangan dari luar atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

3. Perubahan Sikap

Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau kegiatan dapat berubah, perubahan itu bisa bersifat positif (dari negatif ke positif) bisa juga bersifat negatif (dari positif ke negatif). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor perhatian, faktor pemahaman, dan faktor penerimaan. Lebih dipertegas lagi menurut Hovland dan kawan-kawan yang ditejemahkan oleh Saefuddin (2003: 63) sebagai berikut: anggapan bahwa “efek suatu komunikasi tertentu yang berupa perubahan sikap akan terggantung pada sejauhmana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima”.

Dari penjelasan tentang perubahan sikap tersebut dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:




Gambar 1. Komponen Perubahan Sikap

Saifuddin (2003:63)

Pada proses ini menggambarkan perubahan sikap yang bergantung pada proses yang terjadi pada individu, maka penulis menyimpulkan bahwa: Stimulus yang diberikan pada manusia (organisme), dapat diterima atau dapat ditolak oleh manusia tergantung dari perhatian, pemahaman dan penerimaan oleh organisme maka pada proses selanjutnya bahwa stimulus tersebut sangat mempengaruhi terhadap perubahan sikap manusia. Langkah berikutnya, jika stimulus telah dapat perhatian, maka proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus. Kemampuan inilah yang dapat melanjutkan ke proses berikutnya. Pada langkah berikutnya, bahwa organisme dapat menerima secara baik apa yang telah diolah, sehingga dapat terjadi kesediaan untuk perubahan sikap.

Dalam proses perubahan sikap ini, terlihat bahwa sikap bisa berubah hanya jika rangsang yang diberikan benar-benar melebihi rangsangan semula. Perubahan ini berarti bahwa stimulus yang diberikan dapat meyakini organisme dan akhirnya dapat secara efektif merubah pula. Dalam perubahan sikap tidak semuanya dapat berjalan dengan lancar. Ada faktor penghambat dan penunjang dalam proses tersebut, menurut Mar’at (1982:28), menjelaskan sebagai berikut:

1. Faktor- faktor yang menghambat:

a. Stimulus bersifat indeferent, sehingga faktor perhatian kurang berperan terhadap stimulus yang diberikan.

b. Tidak memberikan harapan untuk ke depan.

c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut.

2. Faktor-faktor yang menunjang:

a. Dasar utama terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai dengan imbalan dan hukuman.

b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi parubahan dalam sikap.

c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap semula.

Jelaslah, bahwa sikap dapat berubah dengan faktor lain yang menunjang kearah perubahan tersebut. Berdasarkan keyakinan ini, maka terjadi perubahan sikap dengan kata lain stimulus yang datang dari luar ke dalam diri seseorang telah diterima melalui proses perhatian dan pengertian.

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat mengemukakan bahwa peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam Ciamis dalam olahraga dapat berubah dari sikap negatif ke positif atau dari sifat positif ke negatif tergantung dari bagaimana perhatian, pemahaman, dan penerimaan kegiatan POSPEDA oleh santri yang berada di pondok pesantren Darussalam.

4. Komponen Sikap

Komponen Sikap terdiri dari atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (connative). Lebih jelas lagi tiga komponen tersebut dijelaskan oleh Mar’at (1982: 12), yaitu:

1 Komponen Kognisi, berhubungan dengan keyakinan, ide dan konsep, berkenaan dengan intelektual berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis, dan evaluasi.

2 Komponen Afeksi, menyangkut kehidupan emosional seseorang, berkenaan dengan sikap yang meliputi aspek penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3 Komponen Konasi, merupakan kecenderungan bertingkah laku berkenaan dengan sikap, yang meliputi aspek kemampuan perseptual dan keharmonisan atau ketetapan.

Selanjutnya menurut Mann yang dikutip oleh Saifuddin (2003:24) menjelaskan bahwa:

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isyu atau problem yang kontrapersial. Komponen apektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah emosi.

Perlu diketahui bahwa sikap merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan, semua ini dengan sendirinya berhubungan dengan objek atau masalah. Objek yang dihadapi pertama-tama berhubungan langsung dengan pemikiran dan penalaran seseorang sehingga komponen kognisi melukiskan objek tersebut dan sekaligus dikaitkan dengan objek-objek lain yang ada disekitarnya. Hal ini berarti adanya penalaran pada seseorang terhadap objek mengenai karakteristiknya.

Berdasarkan evaluasi ini, maka timbul komponen afeksi yang memiliki penilaian emosional yang dapat bersifat positif atau negatif. Berdasarkan penilaian ini maka terjadilah kecenderungan untuk betingkah laku. Komponen afeksi yang memiliki sistem evaluasi emosional mengakibatkan timbulnya perasaan senang atau tidak senang. Oleh karena itu pada manusia yang tingkat kecerdasannya rendah, akan kurang memiliki aspek penalaran yang baik dan dalam evaluasi emosionalnya pun kurang adanya kehalusan, sehingga mengakibatkan kecenderungan tingkah laku yang kurang serasi.

Dalam proses evaluasi ini dapat terjadi konflik yang mengakibatkan konflik tingkah laku pula, oleh karena itu terdapat suatu dinamika yang cukup komplek antara komponen kognisi, afeksi dan kecenderungan bertingkah laku. Interaksi antara ke tiga komponen ini menghasilkan “Total attitude”. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Shaver yang dikutip oleh Mar’at (1982:21), yaitu sebagai berikut:

Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersiapkan tentang objek. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan apa yang dirasakan (senang atau tidak senang) terhadap objek. Dan komponen konasi akan menjawab pertanyaan begaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek.

Ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi menunjukkan bahwa manusia sebagai suatu sistem kognitif. Ini berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya, masing-masing komponen ini tidak dapat berdiri sendiri, namun merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara komplek.

Aspek kognisi merupakan aspek penggerak, contohnya bila mendapat informasi, informasi yang diterima tersebut menentukan perasaan untuk berbuat. Selanjutnya komponen afeksi memberikan evaluasi emosional yaitu senang atau tidak senang terhadap suatu objek. Pada tahap selanjutnya berperan aspek konasi yang menentukan kesediaan atau kesiapan jawaban berupa tindakan atau berperilaku terhadap objek yang diterima.

Dengan demikian terjadilah suatu siklus cara kerja ke tiga aspek tersebut yang serasi dan seimbang. Bila pada awalnya terjadi ketidak seimbangan (informasi yang diterima tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki), atas dasar cara kerja di atas, maka situasi semula kurang atau tidak seimbang menjadi seimbang kembali. Keseimbangan dalam situasi ini berarti bahwa antara objek yang dilihat sesuai dengan penghayatan, dimana unsur nilai dan norma dapat menerima secara rasional dan emosional.

5. Macam-macam Sikap

Secara garis besar sikap dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: Sikap sosial dan sikap individual, macam sikap ini dapat dikategorikan atau digolongkan pada salah satu macam sikap yang disesuaikan dengan kondisi sikap pada sekelompok orang atau salah satu orang yang hendak kita amati dan perhatikan terhadap suatu obyek. Mengenai kedua sikap tersebut Sarwono (1979 : 104) menjelaskan sebagai berikut :

a. Sikap sosial adalah sikap yang ada pada sekelompok orang yang ditujukan pada suatu obyek yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut.

b. Sikap individual adalah sikap yang khusus terdapat pada satu-satu orang terhadap obyek-obyek yang menjadi perhatian orang-orang yang bersangkutan saja.

Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengemukakan tentang peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam dalam olahraga, apabila dikategorikan atau digolongkan sesuai dengan teori ahli di atas, maka sikap santri digolongkan dalam macam-macam sikap sosial, karena sikap santri terdiri dari banyak orang atau kelompok santri yang mempunyai tanggung jawab dalam melangsungkan pendidikannya.

B. Konsep Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Di Indonesia dikenal ada tiga lembaga pendidikan agama Islam, yaitu masjid, madrosah, dan pondok pesantren (Ponpes). Ke tiga lembaga pendidikan ini, pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.

Khusus mengenai pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan luar sekolah yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Segala kebijakan penyelenggaraan pendidikan bersumber dari kiyai sebagai pimpinan pondok pesantren. Pesantren mensyaratkan para santrinya berada di pondok baik siang maupun malam, sehingga dalam pelaksanaannya pendidikan di pondok pesantren lebih bersifat informal.

Sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari bahasa arab fundug, yang berarti hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Johns yang dikutip oleh Dhofier (1994: 18) berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan C. C. Berg yang dikutip oleh Dhofier (1994: 18) berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu pengetahuan. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kiyai”.

2. Elemen-elemen Sebuah Pesantren

Ada lima elemen dasar dari tradisi pesantren hingga suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki ke lima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren ke lima elemen tersebut menurut Dhofier (1994: 44) yaitu: (a) Pondok, (b) Masjid, (c) Santri, (d) Pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning) dan (e) Kiyai.

a. Pondok

Pondok merupakan asrama bagi para santri yang merupakan ciri khas tradisi pesantren. Pondok biasanya berupa kamar yang sangat sederhana tempat tidur diatas lantai tanpa kasur, papan-papan di pasang pada dinding untuk menyimpan koper dan barang-barang lain. Para santri dari keluarga kaya pun harus menerima dan puas dengan fasilitas yang sangat sederhana ini. Para santri tidak boleh tinggal di luar komplek pesantren, kecuali mereka berasal dari desa-desa di sekitar pondok.

b. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang jum’at, juga untuk mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam trdisi pesantren merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam tradisional, kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat pada masjid sejak masjid al-Qubba didirikan dekat Madinah oleh Nabi Muhamad SAW tetap terpancar dalam pendidikan pesatren.

c. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning), terutama karangan-karangan ulama yang menganut paham Syafi iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren yang bertujuan untuk mendidik calon-calon ulama. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam delapan kelompok, yaitu: 1. nahwu (syntax) dan sharaf (morfologi); 2. fiqih; 3. usul fiqih; 4. hadits; 5. tafsir; 6. tauhid; 7. tasawwuf dan 8. cabang-cabang lain seperti tharikh dan balaghah. Mengenai hadits, tafsir, fiqh, usul fiqh dan tasawwuf kesemuanya ini dapat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu: 1. kitab-kitab dasar; 2. kitab tingkat menengah; 3. kitab besar.

d. Santri

Santri adalah murid-murid yang menetap dalam kelompok pesantren dan merupakan elemen yang penting dari suatu lembaga pesantren. Terdapat dua kelompok santri yaitu:

1) Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.

2) Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren.

e. Kiyai

Kiyai merupakan elemen yang paling penting dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kiyainya.

Menurut asal-usulnya, perkataan kiyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda;

1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpamanya, “Kiyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kiyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).

Perlu ditekankan disini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam dikalangan umat Islam disebut ulama. Di Jawa Barat mereka disebut ajengan atau pangersa ajengan.

3. Sistem Pengajaran Pondok Pesantren

Ada tiga sistem pengajaran yang biasanya dilakukan di pondok pesantren yaitu:

a. Sistem Sorogan

Sistem sorogan diberikan dalam pengajian kepada santri yang telah menguasai pembacaan Al-Qur’an dengan cara seorang santri mendatangi seorang guru yang akan membacakan beberapa baris qur’an atau kitab-kitab bahasa arab dan menerjemahkannya. Pada gilirannya, santri mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin yang diucapkan oleh gurunya. Sistem sorogan ini disebut juga sistem individual.

b. Sistem Bandungan

Dalam sistem bandungan terdapat sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku bahasa Arab. Setiap santri memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Sistem ini sering juga disebut sistem goton. Kelompok kelas dari system bandungan disebut halaqah yang arti bahasanya yaitu lingkaran murid, atau kelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.

c. Sistem Musyawarah

Sistem pengajaran musyawarah sangat berbeda dari sistem sorogan dan bandungan. Para santri harus mempelajari kitab-kitab yang ditunjuk, kiyai memimpin kelas musyawarah seperti dalam sebuah seminar dan lebih banyak dalam bentuk tanya jawab.

C. Konsep Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Tingkat Daerah (POSPEDA)

1. Pengertian POSPEDA

Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Tingkat Daerah (POSPEDA), merupakan ajang pengembangan bakat dan minat di bidang olahraga dan seni bagi para santri pondok pesantren. Sasaran utama POSPEDA yang diselenggarakan secara periodik dua tahun sekali yang diubah menjadi tiga tahun sekali adalah untuk menggali potensi para santri di bidang olahraga dan seni, sekaligus berfungsi sebagai wahana perekat tali silaturrahmi antar pondok pesantren, serta untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa.

Sampai saat ini POSPEDA telah diselenggarakan sebanyak empat kali, yang pertama tahun 2001 di Ma’had Al-Zaitun Indramayu Jawa Barat, yang kedua tahun 2003 di Palembang Sumatra Selatan, yang ketiga tahun 2005 di Medan Sumatera Utara, dan keempat tahun 2007 di Samarinda Kalimantan Barat. Selanjutnya dilaksanakan tahun 2010 yang akan dilaksanakan di Surabaya Jawa Timur pada Juli 2010.

2. Tujuan POSPEDA

Adapun tujuan di selenggarakannya kegiatan POSPEDA ini, selain untuk mempererat jalinan tali silaturrahmi antar pondok pesantren yang ada, juga untuk:

a. Ikut membangun Sumber Daya Manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa, sehat jasmani dan rohani, berkualitas, unggul, sportif dan berdaya saing.

b. Meningkatkan budaya berolahraga dan seni yang bernuansa Islami dalam rangka membina khasanah olahraga dan seni budaya bangsa.

c. Meningkatkan ukhuwah Islamiah di kalangan pondok pesantren dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

d. Meningkatkan pembinaan dan pengembangan olahraga dan seni bagi santri pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.

3. Peserta POSPEDA

Peserta POSPEDA (Atlet dan Seniman) adalah santri pondok pesantren yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Santri pondok pesantren berpendidikan setingkat Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah, atau Pendididkan Diniyah Wustho dan Diniyah Ulya (bukan siswa non pesantren), yang dibuktikan dengan raport atau ijazah, atau syahadah pondok pesantren.

b. Peserta adalah hasil seleksi Pospeda atau seleksi lainya di daerah.

c. Pseserta yang mewakili cabang olahraga dan seni beregu harus dari pesantren yang sama.

d. Peserta wajib memakai pakaian Islami.

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pada umumnya dalam suatu penelitian menggunakan metode yang sesuai dengan masalah penelitian. Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti maka penulis perlu menentukan suatu metode penelitian yang tepat terhadap permasalahan tersebut, untuk itu penulis mempergunakan metode deskriptif karena penelitian ini mengarah pada pemecahan masalah yang pada saat sekarang atau yang aktual. Masalah penelitian difokuskan pada gambaran tentang peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri Pondok Pesantren Darussalam dalam olahraga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Mengenai metode deskriptif sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana dan Ibrahim (2001: 64) bahwa:

Deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskriptifkan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang dengan perkataan lain, penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-maslah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan

Pendapat tersebut memberikan makna bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian dengan tujuan untuk memperoleh gambaran sesuai dengan peristiwa pada saat sekarang. Maka dalam penelitian ini data yang diperoleh, dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis, hal ini untuk memperoleh gambaran mengenai peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri Pondok Pesantren Darussalam Ciamis dalam olahraga.

B. Populasi dan Sampel

Gambaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan, diperlukan sumber data yaitu populasi dan sampel. Mengenai populasi Sujana (1989: 6), menjelaskan bahwa: “Populasi adalah totalitas semua nilai mungkin, baik hasil menghitung maupun pengukuran kuantitatif atau kualitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas”. Sedangkan menurut Arikunto (2002: 108) bahwa: “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada didalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”.

Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang berada di Pondok Pesantren Darussalam Ciamis. Populasi tersebut terdiri dari santri tingkat Madrasah Aliyah yang berjumlah 258 orang meliputi santri putra 142 orang dan santri putri 116 orang. Populasi dalam penelitian ini lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 3.1.

Tabel 3.1

Populasi Penelitian

Santri Madrasah Aliyah

Jenis Kelamin

Jumlah

Putera

Puteri

Kelas 1

Kelas II

Kelas III

54

51

37

43

41

32

97

92

69

Jumlah

142

116

258

Penelitian ini, tidak seluruh anggota populasi akan dijadikan subjek penelitian, tetapi sebagian dari populasi atau disebut dengan sampel. Sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (2002:109) bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan efisiensi waktu dan dana yang penulis miliki. Terdapat beberapa keuntungan dalam suatu penelitian yang menggunakan sampel, sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (2002: 111), sebagai berikut:

Ada beberapa keuntungan jika kita menggunakan sampel, diantaranya;

1. Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi

2. Apabila populasi terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang terlewati

3. Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efisien (dalam arti uang, waktu, dan tenaga)

4. Ada kalanya dengan penelitian populasi berarti desktruktif (merusak)

5. Karena subjeknya banyak, maka pencatatan yang dilakukan peneliti menjadi tidak teliti

6. Ada kalanya memang tidak dimungkinkan melakukan penelitian populasi

Selanjutnya mengenai penentuan jumlah sampel yang akan penulis gunakan didalam penelitian ini, penulis berlandaskan atas penjelasan yang dikemukakan oleh Arikunto (2002: 112) sebagai berikut:

Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih

Berdasarkan penjelasan tersebut dalam penelitian ini penulis mengambil jumlah sampel, yaitu 40 orang dari jumlah populasi santri tingkat Madrasah Aliyah. Cara pengambilan sampel penulis menggunakan sampel purposife yaitu penulis menentukan sendiri sampel yang dianggap cocok dijadikan sebagai sumber data, yaitu para santri terutama yang memiliki keinginan untuk mengikuti rangkaian kegiatan POSPEDA.

Melalui cara pengambilan sampel tersebut, penulis mempunyai anggapan bahwa setiap anggota populasi dianggap sama untuk memperoleh kesempatan dipilih sebagai sampel, menjadi subjek dalam penelitian ini. Dari jumlah populasi sebanyak 258 orang, diperoleh sampel sebanyak 40 orang, yang terdiri dari kelompok santri putra dan kelompok santri putri yang masing-masing berjumlah 20 orang

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai gambaran peran POSPEDA terhadap peninkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam dalam olahraga, diperlukan alat atau instrumen. Instrumen pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner.

Angket atau kuesioner adalah daftar pertanyaan atau pernyataan yang sudah disediakan, yang harus diisi atau dijawab oleh responden. Responden dalam penelitian ini adalah santri tingkat Madrasah Aliyah pondok pesantren Darussalam. Menurut Arikunto (2002: 128) menjelaskan bahwa: “Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”.

Serta menurut Nasution (2004: 128) menerangkan tentang pengertian angket sebagai berikut: “Angket atau kuesioner (questionnaire) ialah daftar yang di distribusikan melalui pos untuk diisi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab di bawah pengawasan peneliti. Responden berdasarkan tekhnik sampling”.

2. Jenis Angket Yang Digunakan

Adapun jenis angket yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup. Angket tertutup adalah bentuk angket yang sifatnya tegas, konkret, terbatas berupa pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden hanya memilih atau membubuhkan tanda pada daftar alternatif jawaban. Jadi angket tertutup merupakan angket yang telah disusun mengenai pernyataan-pernyataan dan alternatif jawabannya sehingga responden tinggal memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan pendiriannya.

Dalam hal penyusunan butir-butir pernyataan didalam angket penulis merumuskan sendiri pertanyaan-pertanyaannya mengenai peran POSPEDA terhadap sikap santri Pondok Pesantren Darussalam dalam olahraga.

Alasan penulis menggunakan instrumen pengumpul data berupa angket dikarenakan sebagai berikut:

a. Informasi atau data terkumpul lebih mudah

b. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel

c. Responden dapat menjawab dengan bebas tanpa dipengaruhi hubungan dengan peneliti sehingga objektivitas dapat terjamin

3. Skala yang Digunakan

Penyusunan angket dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Sebagaimana dijelaskan Sudirman (1992: 275) menjelaskan tentang skala Likert adalah sebagai berikut:

Dalam skala Likert, subjek tidak disuruh memilih pernyataan-pernyataan yang sejujurnya saja. Tiap item dibagi kedalam lima skala yaitu: ‘sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju’. Tiap-tiap pernyataan positif diberi skor 5,4,3,2, dan 1, sedangkan pernyataan negatif diberi skor sebaliknya yaitu 1,2,3,4, dan 5.

Tiap alternatif jawaban mempunyai nilai tersendiri sesuai dengan peringkat jawaban yang bersangkutan. Adapun kriteria dan kategori pemberian skor alternatif jawaban tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.2

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

No

Kriteria

Alternatif Jawaban

Positif

Negatif

1

2

3

4

5

SS

S

R

TS

STS

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

Keterangan:

SS : Jika sangat setuju dan sependapat dengan pernyataan.

S : Jika setuju dengan pernyataan.

R : Jika ragu-ragu dengan pernyataan.

TS : Jika tidak setuju dengan pernyataan.

STS : Jika sangat tidak setuju dengan pernyataan.

4. Pengembangan Instrumen

Untuk mempermudah dalam penyusunan butir-butir pernyataan, penulis membuat kisi-kisi angket yang mengacu pada penjelasan pendekatan komunikasi dan persuasi menurut model Studi Hovland dan kawan-kawan yang dikutip oleh Saifuddin (2003: 63), menjelaskan tentang pola perubahan sikap manusia bahwa perubahan sikap itu di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu : perhatian, pemahaman dan penerimaan. Dengan demikian kisi-kisi angket Peran POSPEDA terhadap Sikap Santri Pondok Pesantren Darussalam Ciamis dalam Olahraga, tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Angket Penelitian Peran POSPEDA Terhadap Peningkatan Sikap Santri Pondok Pesantren Darussalam Ciamis dalam Olahraga

Variabel

Sub Variabel

Indikator

No soal

(+)

(-)

Peran POSPEDA Terhadap Peningkatan Sikap Santri

1. Perhatian dan Disiplin

2. Pemahaman dan Tanggungjawab

3. Penerimaan dan Toleransi

1.1 Memperhatikan informasi kegiatan POSPEDA

1.2 Memilih kegiatan POSPEDA yang di sukai

1.3 Kedisiplinan dalam mengikuti kegiatan olahraga untuk bisa ikut serta dalam kegiatan POSPEDA.

2.1 Merasa penting terhadap kegiatan POSPEDA

2.2 Merasa penting terhadap manfaat kegiatan POSPEDA

2.3 Melakukan persiapan POSPEDA secara teratur dan tanggungjawab

3.1 Menerima pentingnya kegiatan POSPEDA

3.2 Menyadari pentingnya kegiatan POSPEDA

1,17,33

2,18,34

3,19,35

4,20,36

5,21,37

6,22,38

7,23,39

8,24,40

9,25,41

10,26,42

11,27,43

12,28,44

13,29,45

14,30,46

15,31,47

16,32,48

Berdasarkan indikator-indikator tersebut penulis dapat menyusun butir-butir pernyataan. Dalam menyusun butir pernyataan angket penulis berpedoman pada penjelasan Surakhmad (1990: 184) sebagai berikut:

  1. Rumuskan Setiap pertanyaan-pertanyaan sejelas-jelasnya dan seringkas- ringkasnya
  2. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memang dapat dijawab oleh responden, pernyataan mana yang tidak menimbulkan kesan agresif
  3. Sifat pertanyaan harus netral dan objektif
  4. Mengajukan hanya pertanyaan yang jawabannya tidak dapat diperoleh dari sumber lain
  5. Keseluruhan dari pertanyaan dalam angket harus sanggup mengumpulkan kebulatan jawaban untuk masalah yang khusus kita hadapi

Dari penjelasan yang dikemukakan diatas, penulis menyusun butir-butir pernyataan secara ringkas, jelas, dan tegas. Butir-butir pernyataan angket disajikan pada lampiran.

D. Uji Coba Angket

Setelah penulis menyusun butir-butir pernyataan angket, selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Maksudnya untuk memperoleh saran-saran, apakah angket sudah menggambarkan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian atau tidak. Berdasarkan persetujuan pembimbing kemudian penulis mengadakan uji coba angket. Hal ini sesuai dengan penjelasan Faisal (1989: 38) sebagai berikut:

Setelah angket disusun, lazimnya tak langsung disebarkan untuk penggunaan sesungguhnya (tak langsung dipakai dalam pengumpulan data yang sebenarnya). Sebelum pemakaian yang sesungguhnya, sangat mutlak adanya uji coba terlebih dahulu, yaitu uji coba terhadap isi maupun bahasa/redaksi dari angket yang telah disusun

Selanjutnya dijelaskan oleh Arikunto (2002: 144) bahwa, “Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel”

1. Analisis Validitas Instrumen

Analisis validitas instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis validitas internal, yaitu dengan analisis faktor menurut Arikunto (2002:153) sebagai berikut : “Analisis faktor dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor faktor dengan skor total, sesudah terlebih dahulu mengetahui kekhususan tiap faktor”. Langkah-langkah analisis faktor adalah sebagai berikut:

a. Memberikan skor pada masing-masing butir pernyataan sesuai dengan jawaban responden yang berjumlah 20 orang.

b. Menjumlahkan skor jawaban yang merupakan skor total setiap responden.

c. Setiap skor butir pernyataan dari responden yang berjumlah 20 orang dikorelasikan dengan skor skor total dengan menggunakan rumus product moment yang disusun oleh Arikunto (2002:146) sebagai berikut:

Keterangan rumus:

= Koefisien korelasi

N = Jumlah responden

∑XY = Jumlah perkalian antara skor X dan skor Y

∑X2 = Jumlah skor X dikuadratkan

∑Y2 = Jumlah skor Y dikuadratkan

Penghitungan validitas instrument melalui analisis faktor, penulis berikan contoh untuk butir pernyataan nomor satu melalui tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4

Contoh Penghitungan Validitas Internal

Butir Pernyataan Nomor Satu

No

Variabel X

Variabel Y

X2

Y2

XY

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

1

4

4

4

4

3

4

5

4

2

5

4

5

3

5

2

4

4

4

4

156

193

194

211

176

183

190

210

185

158

214

186

202

165

198

162

180

163

177

193

1

16

16

16

16

9

16

25

16

4

25

16

25

9

25

4

16

16

16

16

24336

37249

37636

44521

30976

33489

36100

44100

34225

24964

45796

34596

40804

27225

39204

26244

32400

26569

31329

37249

156

772

776

844

704

549

760

1050

740

316

1070

744

1010

495

990

324

720

652

708

772

75

3696

303

689012

14152

Keterangan: X = Skor butir pernyataan

Y = Skor total butir pernyataan

d. Menentukan nilai r tabel pada tingkat kepercayaan (a) 0,05 dan n = 20 atau nilai r tabel = 0,444

e. Membandingkan nilai r hitung (0,80) dengan nilai r tabel (0,80) dan ternyata nilai r hitung (0,80) lebih besar nilai r tabel (0,444). Hal ini berarti butir pernyataan nomor satu valid atau butir pernyataan tersebut dapat dijadikan sebagai alat pengumpul data. Jika sebaliknya, yaitu nilai r hitung lebih kecil dari r tabel (0,444) maka butir pernyataan tidak valid atau butir pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat pengumpul data, dan oleh penulis butir pernyataan yang tidak valid dibuang.

Cara menghitung untuk validitas setiap butir pernyataan yang lain, yaitu sejumlah 48 butir pernyataan penghitungannya sama dengan butir pernyataan nomor satu yang telah dijelaskan. Selanjutnya hasil penghitungan validitas setiap butir pernyataan tertera pada tabel

Tabel 3.5

Hasil Penghitungan Validitas Instrumen

No. Soal

r Hitung

r Tabel (a = 0,05, n = 20)

Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

0,80

0,47

0,45

-0,79

0,40

1,31

0,56

0,10

0,93

0,21

0,36

0,66

0,50

0,74

0,54

0,48

0,38

0,16

0,37

0,68

0,51

0,47

0,37

0,47

0,45

0,43

0,56

1,24

0,55

0,46

0,73

0,68

1,12

0,26

0,49

0,29

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Valid

Tidak Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Tidak Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Valid

Tidak Valid

Tabel 3.5 (Lanjutan)

No. Soal

r Hitung

r Tabel (a = 0,05, n = 20)

Keterangan

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

0,44

0,66

0,52

0,34

0,65

-1,31

-7,31

0,70

0,57

0,60

0,64

-1,23

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

0,444

Valid

Valid

Valid

Tidak Valid

Valid

Tidak Valid

Tidak Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

TidakValid

Pada tabel 3.5 tampak bahwa butir pernyataan yang berjumlah 48 butir, setelah dihitung terdapat 32 butir pernyataan yang valid dan 16 butir pernyataan yang tidak valid. Data yang tidak valid tidak dapat digunakan sebagai alat pengumpul data serta butir pernyataan tersebut dibuang oleh penulis.

2. Analisis Reliabilitas Instrumen

Setelah diketahui butir pernyataan yang valid, maka langkah selanjutnya adalah menghitung reliabilitas instrumen. Dalam pengujian reliabilitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tes belah dua (Split Halp Test). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Membagi butir yang valid menjadi dua bagian berdasarkan jumlah skor ganjil dan skor genap. Kelompok jumlah skor ganjil sebagai variabel X dan jumlah skor genap sebagai variabel Y.

b. Mengkorelasikan skor total variabel X dengan skor total variabel Y dengan rumus teknik korelasi product moment, yaitu:

Keterangan rumus:

= koefisien korelasi yang dicari

N = jumlah butir pernyataan

jumlah perkalian antara skor X dengan skor Y

jumlah skor X dikuadratkan

= jumlah skor Y dikuadratkan

c. Mencari reliabilitas seluruh perangkat butir pernyataan dengan menggunakan rumus Spearman-Brown, yaitu sebagai berikut:

Keterangan rumus:

= reliabilitas instrumen

= indeks korelasi antara dua belahan instrumen

Tabel 3.6

Penghitungan Reliabilitas Instrumen

No.

X

Y

XY

X2

Y2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

75

60

72

88

74

86

77

79

80

74

85

60

83

77

84

81

88

81

65

80

83

90

83

74

83

61

85

79

79

64

80

83

6600

4860

4680

7040

6142

7740

6391

5846

6640

4514

7225

4740

6557

4928

6720

6723

5625

3600

5184

7744

5476

7396

5929

6241

6400

5476

7225

3600

6889

5929

7056

6561

7744

6561

4225

6400

6889

8100

6889

5476

6889

3721

7225

6241

6241

4096

6400

6889

Jumlah

1235

1258

97346

96331

99986

Kemudian mengkorelasikan skor total variabel X dengan skor total variabel Y dengan penghitungan sebagai berikut:

0,23

Selanjutnya mencari reliabilitas seluruh perangkat butir pernyataan dengan penghitungan sebagai berikut:

0,373

d. Menentukan nilai r tabel pada tingkat kepercayaan 0,05 dan n = 32 atau nilai r tabel = 0,349

e. Mengkonsultasikan nilai r hitung (0,373) dengan r tabel (0,349) dan ternyata nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel. Dengan demikian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang signifikan.

E. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Instrumen yang dinyatakan valid dalam arti instrumen itu dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, kemudian oleh penulis diperbanyak untuk disebarkan kepada sampel penelitian yang merupakan sumber data dalam penelitian ini. Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2010 kepada santri pondok pesantren Darussalam tingkat Madrasah Aliyah.

F. Teknik Penghitungan dan Analisis Data

Teknik penghitungan dan analisis data dalam penelitian ini melalui pendekatan kuantitatif berupa persentase. Mengenai teknik penghitungan dan analisis data berupa persentase, rumusnya adalah sebagai berikut:

Keterangan rumus:

P = Jumlah atau besarnya persentase

Jumlah skor aktual

Jumlah skor ideal

Untuk memberikan kriteria pada hasil persentase data yang diperoleh penulis mengacu pada penjelasan Arikunto (1984: 195) dengan memberikan kriteria penilaian persentase sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Penilaian

Penilaian (%)

Kriteria

80% - 100%

66% - 79%

56% - 65%

40% - 55%

39% - 40%

Baik Sekali

Baik

Cukup

Kurang Baik

Tidak Baik

BAB IV

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, penulis melakukan pengelompokan data jawaban responden pada tiap-tiap butir pernyataan berdasarkan sub variabel dan indikator yang tertera pada kisi-kisi peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri podok pesantren Darussalam. Untuk itu agar data yang diperoleh mengandung arti dan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, maka salah satu caranya adalah dengan mengolah dan menganalisis data tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Surakhmad (1990: 102) sebagai berikut:

Mengolah data adalah usaha yang konkret untuk membuat data itu berbicara, sebab bertapapun besarnya dan tingginya nilai data yang terkumpul, apabila tidak tersusun dalam suatu organisasi dan diolah menurut sistematik yang baik niscaya data itu tetap merupakan bahan-bahan yang membisu seribu bahasa

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan prosedur dan analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Penyekoran Data.

Penyekoran data ini dimaksudkan untuk memberikan skor pada setiap lembar jawaban responden berdasarkan skala sikap atau skala Likert. Skala tersebut dimulai dari (SS) Sangat Setuju sampai dengan (STS) Sangat Tidak Setuju. Tiap-tiap pernyataan positif diberi skor 5,4,3,2, dan 1, sedangkan pernyataan negatif diberi skor sebaliknya yaitu 1,2,3,4, dan 5.

2. Pengelompokan Data.

Mengelompokan tiap butir- butir pernyataan, seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Hasil Pengelompokan Tiap Butir Pernyataan

No

Faktor

Nomor Soal/

Jenis Pernyataan

Frekuensi

Skor

SS

S

R

TS

STS

1

Perhatian dan Disiplin

1 (+)

2 (+)

3 (+)

23 (+)

24 (+)

6 (-)

16 (-)

17 (-)

28 (-)

14

17

7

3

2

1

0

0

0

26

19

10

11

15

11

0

1

2

0

4

14

23

13

8

5

12

8

0

0

6

2

8

19

30

19

28

0

0

0

1

2

1

5

8

2

174

173

138

133

127

128

160

154

150

2.

Pemahaman dan Tanggubgjawab

4 (+)

12 (+)

13 (+)

14 (+)

25 (+)

26 (+)

7 (-)

8 (-)

9 (-)

13

17

4

8

1

7

0

0

0

27

23

25

24

20

28

1

1

6

0

0

9

8

14

3

3

1

5

0

0

2

0

4

2

21

27

27

0

0

0

0

1

0

15

11

2

173

175

151

160

136

160

170

168

145

Tabel 4.1 (Lanjutan)

No

Faktor

Nomor Soal/

Jenis Pernyataan

Frekuensi

Skor

SS

S

R

TS

STS

18 (-)

19 (-)

20 (-)

29 (-)

30 (-)

31 (-)

0

1

1

0

0

0

1

0

16

3

1

3

2

15

13

17

1

17

30

21

9

16

29

13

7

3

1

4

9

7

163

145

113

141

166

144

3

Penerimaan dan Toleransi

5 (+)

15 (+)

27 (+)

10 (-)

11 (-)

21 (-)

22 (-)

32 (-)

7

5

4

1

0

0

0

0

28

31

23

1

4

2

0

2

4

4

6

0

2

1

3

3

1

0

7

31

27

22

32

25

0

0

0

7

7

5

5

10

161

161

144

162

157

160

162

163

Keterangan:

SS : Sangat setuju

S : Setuju

R : Ragu-ragu

TS : Tidak setuju

STS : Sangat tidak setuju

B. Analisis Data

Analisis data ini dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang berarti dan terpercaya. Setelah membuat pengelompokan data, data yang telah dikelompokan tadi kemudian dianilis berdasarkan cara-cara yang ilmiah. Seluruh data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket merupakan data mentah yang harus diolah secara statistik agar dapat memecahkan masalah yang sedang diteliti yaitu mengenai perhatian dan disiplin santri terhadap kegiatan POSPEDA, pemahaman dan tanggungjawab santri terhadap kegiatan POSPEDA, penerimaan dan toleransi santri terhadap kegiatan POSPEDA.

1. Perhatian dan disiplin santri terhadap kegiatan POSPEDA

Untuk memecahkan masalah mengenai seberapa besar perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA. Terlebih dahulu skor aktual yang diperoleh anggota sampel dijumlahkan berdasarkan sub variabel dan indikator, selanjutnya dihitung persentase kemudian dikonsultasikan dengan kriteria persentase. Mengenai hasil persentase perhatian dan disiplin santri terhadap kegiatan POSPEDA, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2

Hasil Persentase Perhatian dan Disiplin Santri Terhadap Kegiatan Pospeda

No

Indikator

Skor Aktual

Skor

Ideal

%

Keterangan

1

Memperhatikan informasi kegiatan POSPEDA

745

1000

74,50

Baik

2

Memilih kegiatan POSPEDA yang disukai

173

200

86,50

Baik Sekali

3

Keinginan ikut serta dalam kegiatan POSPEDA

419

600

69,33

Baik

Jumlah

1337

1800

74,27

Baik

Pada tabel 4.2 dilihat bahwa perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA 74,27%. Hasil persentase tersebut dari rata-rata persentase sejumlah sampel atau skor aktual sejumlah sampel 1337 dibagi dengan jumlah skor ideal 1800 dikali dengan 100% sama dengan 74,27%, dan jika dikonsultasikan pada kategori persentase berada di antara 66% - 79%, dan termasuk kategori baik

Perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA terdiri dari tiga indikator, yaitu indikator memperhatikan informasi kegiatan POSPEDA sebesar 74,50% dengan memiliki skor aktual sebesar 745 dan skor idealnya sebesar 1000, sedangkan indikator memilih kegiatan POSPEDA yang disukai 86,50% dengan memiliki skor aktual sebesar 173 dan skor idealnya sebesar 200, kemudian indikator yang terakhir yaitu ikut serta dalam kegiatan POSPEDA sebesar 69,33% dengan memiliki skor aktual sebesar 419 dan skor idealnya sebesar 600.

Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA yang termasuk kedalam kriteria baik.

2. Pemahaman dan tanggungjawab santri terhadap kegiatan POSPEDA

Untuk memecahkan masalah mengenai seberapa besar pemahaman dan tanggungjawab santri terhadap kegiatan POSPEDA. Terlebih dahulu skor aktual yang diperoleh anggota sampel dijumlahkan berdasarkan sub variabel dan indikator, selanjutnya dihitung persentase kemudian dikonsultasikan dengan kriteria persentase. Mengenai hasil persentase pemahaman dan tangungjawab santri terhadap kegiatan POSPEDA, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3

Hasil Persentase Pemahaman dan Tanggungjawab Santri Terhadap Kegiatan Pospeda

No

Indikator

Skor Aktual

Skor

Ideal

%

Keterangan

1

Merasa penting terhadap kegiatan POSPEDA

649

800

81,12

Baik Sekali

2

Merasa penting terhadap manfaat kegiatan POSPEDA

766

1000

76,60

Baik

3

Melakukan persiapan POSPEAD secara teratur dan tanggungjawab

895

1200

74,58

Baik

Jumlah

2310

3000

77,00

Baik

Pada tabel 4.3 dilihat bahwa pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPENAS 77,00%. Hasil persentase tersebut dari rata-rata persentase sejumlah sampel atau skor aktual sejumlah sampel 2310 dibagi dengan jumlah skor ideal 3000 dikali dengan 100% sama dengan 77,00%, dan jika dikonsultasikan pada kategori persentase berada di antara 66% - 79%, dan termasuk kategori baik

Pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA terdiri dari tiga indikator, yaitu merasa penting terhadap kegiatan POSPEDA sebesar 81,12% dengan memiliki skor aktual sebesar 649 dan skor idealnya sebesar 800, sedangkan indikator merasa penting terhadap manfaat kegiatan POSPEDA sebesar 76,60% dengan memiliki skor aktual sebesar 766 dan skor idealnya sebesar 1000, kemudian indikator yang terakhir yaitu melakukan persiapan kegiatan POSPEDA secara teratur dan tanggungjawab sebesar 74,58% dengan memiliki skor aktual sebesar 895 dan skor idealnya sebesar 1200.

Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA yang termasuk kedalam kriteria baik.

3. Penerimaan dan toleransi santri terhadap kegiatan POSPEDA

Untuk memecahkan masalah mengenai seberapa besar penerimaan dan toleransi santri terhadap kegiatan POSPEDA. Terlebih dahulu skor aktual yang diperoleh anggota sampel dijumlahkan berdasarkan sub variabel dan indikator, selanjutnya dihitung persentase kemudian dikonsultasikan dengan kriteria persentase. Mengenai hasil persentase penerimaan dan toleransi santri terhadap kegiatan POSPEDA, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4

Hasil Persentase Penerimaan dan Toleransi Santri Terhadap

Kegiatan Pospeda

No

Indikator

Skor Aktual

Skor

Ideal

%

Keterangan

1

Menerima pentingnya kegiatan POSPEDA

790

1000

79,00

Baik

2

Menyadari pentingnya kegiatan POSPEDA

480

600

80,00

Baik Sekali

Jumlah

1270

1600

79,37

Baik

Pada tabel 4.4 dilihat bahwa penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA 79,37%. Hasil persentase tersebut dari rata-rata persentase sejumlah sampel atau skor aktual sejumlah sampel 1270 dibagi dengan jumlah skor ideal 1600 dikali dengan 100% sama dengan 79,37%, dan jika dikonsultasikan pada kategori persentase berada di antara 66% - 79%, dan termasuk kategori baik

Penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA terdiri dari dua indikator, yaitu menerima pentingnya kegiatan POSPEDA sebesar 79,00% dengan memiliki skor aktual sebesar 790 dan skor idealnya sebesar 1000, sedangkan indikator menyadari pentingnya kegiatan POSPEDA sebesar 80,00% dengan memiliki skor aktual sebesar 480 dan skor idealnya sebesar 600.

Dari data tersebut memberikan gambaran bahwa penerimaan santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA yang termasuk kedalam kriteria baik.

C. Diskusi Penemuan

Setelah melakukan pengolahan dan analisis data melalui persentase, maka terdapat gambaran mengenai peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam, berdasarkan rumusan masalah yang penulis rumuskan yaitu berdasarkan atas (1) faktor perhatian dan disiplin, (2) faktor pemahaman dan tanggungjawab, (3) faktor penerimaan dan toleransi.

Dari hasil survey yang penulis lakukan maka dikemukakan hasil penemuan-penemuan yang ada kaitannya dengan penelitian ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa : Perhatian dan disiplin santri terhadap kegiatan POSPEDA ke dalam kategori baik sedangkan besarnya persentase adalah sebesar 74,27%. Untuk Pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA adalah sebesar 77,00%. Sedangkan Penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA adalah sebesar 79,37%, dan termasuk ke dalam kategori baik.

Hal ini berbeda dengan asumsi penulis yang menyatakan bahwa peran Pospeda terhadap peningkatan sikap santri yang berada di pondok pesantren Darussalam kurang berperan, sedangkan hasil penelitian peran POSPEDA terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam ternyata hasilnya baik. Sehingga penulis mengungkapkan beberapa hal yang bisa menyebabkan adanya perbedaan asumsi penulis tentang peran Pospeda terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam dan hasil penelitian peran Pospenas terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam, diantaranya :

1. Olahraga merupakan aktivitas fisik yang memerlukan tenaga dan waktu luang yang cukup, sehingga santri kurang menyenangi olahraga karena padatnya kegiatan belajar mengajar yang mereka lakukan, sehingga jika ada waktu luang mereka lebih memilih istirahat daripada berolahraga.

2. POSPEDAS merupakan kegiatan yang diagendakan dan diharuskan oleh pemerintah, sehingga santri yang diberi tugas oleh lembaga untuk mengikuti kegiatan POSPEDA harus mengikutinya.

3. Santri memiliki perhatian lebih terhadap kegiatan POSPEDA, karena bukan hanya kegiatan olahraga untuk menjaga kesehatan tapi merupakan kegiatan olahraga prestasi dan bisa membawa nama baik diri sendiri, pesantren dan daerah yang dibelanya.

Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau kegiatan dapat berubah, perubahan itu bisa bersifat positif (dari negatif ke positif) bisa juga bersifat negatif (dari positif ke negatif). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor perhatian dan disiplin, faktor pemahaman dan tanggungjawab, dan faktor penerimaan dan toleransi. Lebih dipertegas lagi menurut Hovland dan kawan-kawan yang diterjemahkan oleh Saefuddin (2003: 63) sebagai berikut: anggapan bahwa “efek suatu komunikasi tertentu yang berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauhmana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima”. Individu mengembangkan sikapnya sesuai dengan informasi yang diterimanya, semakin banyak informasi yang diterima maka akan semakin menentukan sikapnya, baik itu yang positif maupun negatif. Dengan demikian sikap seseorang terbentuk secara perlahan-lahan melalui interaksi dengan lingkungannya atau pengalamannya, sehingga pada suatu waktu sikap akan mengalami perubahan. Demikian juga dengan Sikap santri tehadap kegiatan POSPEDA.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dalam Bab IV, maka penulis memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhatian dan disiplin santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA termasuk ke dalam kategori baik, dengan besarnya presentase adalah 74.27%

2. Pemahaman dan tanggungjawab santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POSPEDA termasuk ke dalam kategori baik, dengan besarnya presentase adalah 77.00%

3. Penerimaan dan toleransi santri pondok pesantren Darussalam terhadap kegiatan POPEDA termasuk ke dalam kategori baik, dengan besarnya presentase adalah 79.37%

B. Saran

Sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan dan guna penyempurnaan hasil penelitian, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi para santri pondok pesantren Darussalam agar lebih meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan POSPEDA.

2. Diharapkan bagi pengurus Pondok Pesantren Darussalam untuk lebih meningkatkan fungsi dan peran Pondok Pesantren dalam kegiatan POSPEDA.

3. Diharapkan ada penelitian selanjutnya dengan mengembangkan Variabel yang lebih luas, sampel yang berbeda metode dan instrumen yang lebih luas sehingga akan diketahui secara jelas dan akurat mengenai peran Pospenas terhadap peningkatan sikap santri pondok pesantren Darussalam.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Agama Republik Indonesia. (1992). Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Gema Risalah Press.

Dhofier, (1994). Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES

Djamari, (1997). Partisipasi Masyarakat Dalam Olahraga Ditinjau Dari Sudut Pandang Nilai agama. Bandung: IKIP

Faisal, Sanafiah. (1989). Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Surabaya: Usaha Nasional.

Kartawidjaja, Soewardi (1992). Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi. Jakarta: Bumi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)

Ma’rat (1982). Perkembangan Sikap Anak. Yogyakarta

Nana Sudjana dan Ibrahim. (2001). Metode Research. Bandung: Tarsito

Nasution. (2004). Cara Membuat Angket. Bandung Tarsito

Natawidjaya, Rochman. (1997). Memahami Tingkah Laku Sosial. Bandung: YPBP.

Rochman. (1977). Memahami Tingkah Laku Sosial. Bandung YPBP

Saifuddin. (1980). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty.

Saifuddin. (2003). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta

Sarwono. (1979). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang

Sudirman, dkk. (1992). Metode Penelitian Ilmiah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. (1990). Pengantar Penelitian Dasar, Metoda, Teknik. Bandung: Tarsito.

Tabrani, Yani. (1989). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Depdikbud.

Sumber-Sumber Lain:

Diktat Panduan Penyelenggaraan POSPENAS V (2010). Jawa Timur. Panitia

Brosur PANJATAPNAS POSPENAS III. (2005). Medan: Panitia.

Diktat Pedoman Penyelenggaraan POSPENAS II. (2003). Palembang: Panitia.